Tidak Bisa Sembarangan, Ini Syarat Mendaki Gunung Slamet
Pendakian Gunung Slamet melalui jalur Bambangan kembali dibuka setelah ditutup selama enam bulan sejak Oktober 2023. Pembukaan pendakian dimulai sejak 12 April 2024, masih dibatasi hingga radius 2 kilometer dari kawah, sebagai langkah keamanan.
Setelah Ditutup selama enam bulan, sejak awal Oktober 2023, akhirnya pendakian Gunung Slamet kembali dibuka. Kabar tersebut tentu menjadi kabar gembira bagi para pendaki yang merindukan hawa dingin di puncak gunung Slamet.
Penutupan tersebut dilakukan dengan tujuan mencegah kebakaran hutan, yang kerap terjadi saat itu karena sedang kemarau panjang. Dan dengan meningkatnya intensitas hujan saat ini, akhirnya pendakian Gunung Slamet dibuka lagi.
Pembukaan pendakian Gunung Slamet yang merupakan atap tertinggi di jawa Tengah, mulai 12 April 2024.
"Pembukaan kembali pendakian ke Gunung Slamet, sudah sesuai kesepakatan dengan basecamp Lingkar Gunung Slamet," ujar Pengelola Basecamp Pendakian gunung Slamet via Bambangan, Saiful Amri.
Meskipun pendakian sudah dibuka, tetapi belum diperbolehkan mencapai puncak. Sampai sekarang, pendaki masih dibatasi sanpai radius 2 kilometer (km) dari kawah.
Menurut kesepakatan, radius 2 km dari kawah Gunung Slamet, merupakan jarak yang aman. Jika ada pendaki yang nekat mendaki sampai puncak, hal itu di luar dari pantauan pihak basecamp.
"Sesuai kesepakatan yang direkomendasikan itu sampai di pos 9," paparnya.
Para pendaki Gunung Slamet via Pos Bambangan, diwajibkan mematuhi peraturan yang berlaku. Ada beberapa persyaratan harus dipenuhi sebelum melakukan pendakian.
"Pendaki diharuskan melengkapi registrasi dengan surat keterangan sehat dari dokter, mengisi checklist perlengkapan, dan menyatakan kesiapan mendaki hingga batas aman. Di luar itu, tanggung jawab bukan pada kami. Kami telah memberikan imbauan kepada semua pendaki," terang Saiful.
Sejak dibukanya kembali akses pendakian, telah tercatat ratusan pendaki yang melewati Pos Bambangan setiap hari. Mayoritas dari mereka berasal dari daerah sekitar, seperti Banyumas dan Banjarnegara.
"Beberapa pendaki dari luar kota datang dari Salatiga, belum ada yang berasal dari Jakarta. Mayoritas adalah pendaki lokal," pungkas Saiful.