Pajak Usaha Ekonomi Digital Capai Rp 25,88 Triliun pada Semester I Tahun 2024

Pemerintah Indonesia berhasil mengumpulkan pajak sebesar Rp 25,88 triliun dari sektor usaha ekonomi digital pada semester pertama tahun 2024. Sumber utama penerimaan pajak ini adalah PPN PMSE, pajak kripto, pajak fintech, dan pajak SIPP. Pemerintah berencana terus meningkatkan potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital untuk mendukung keadilan dan kesetaraan berusaha.

21 Jul, 2024 - 22:05
Pajak Usaha Ekonomi Digital Capai Rp 25,88 Triliun pada Semester I Tahun 2024

INDONEWSPORTAL.COM - Pemerintah Indonesia mencatat penerimaan pajak yang signifikan dari sektor usaha ekonomi digital pada semester pertama tahun 2024, mencapai Rp 25,88 triliun. Hal ini diumumkan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Masyarakat, Dwi Astuti, di Jakarta, kemarin.

"Per 30 Juni 2024, Pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp 25,88 triliun," kata Dwi Astuti.

Penerimaan tersebut berasal dari beberapa sumber utama, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 20,8 triliun, pajak kripto sebesar Rp 798,84 miliar, dan pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp 2,19 triliun.

Untuk capaian pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp 2,09 triliun.

Untuk PPN PMSE, pemerintah telah menunjuk 172 pelaku usaha hingga Juni 2024, dengan 159 di antaranya telah menyetorkan PPN senilai Rp 20,8 triliun.

Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,9 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp 3,89 triliun setoran tahun 2024.

"Pemerintah terus menunjuk para pengusaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri ke konsumen di Indonesia untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha bagi pelaku usaha konvensional maupun digital," tambah Dwi.

Sementara itu, penerimaan pajak kripto telah mencapai Rp 798,84 miliar hingga Juni 2024, berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 220,83 miliar penerimaan tahun 2023, dan Rp 331,56 miliar penerimaan 2024.

Penerimaan ini terdiri dari Rp 376,13 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 422,71 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.

Pajak fintech (P2P lending) juga menyumbang Rp 2,19 triliun hingga Juni 2024. Jumlah ini berasal dari Rp 446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp 635,81 miliar penerimaan tahun 2024.

Pajak fintech terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan BUT sebesar Rp 732,34 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN) sebesar Rp 270,98 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp 1,19 triliun.

Penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari pajak SIPP, yang hingga Juni 2024 mencapai Rp 2,09 triliun.

Jumlah ini berasal dari Rp 402,38 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,12 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp 572,17 miliar penerimaan tahun 2024. Pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp 141,23 miliar dan PPN sebesar Rp 1,95 triliun.

Dwi Astuti menambahkan bahwa pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan pajak dari usaha ekonomi digital lainnya, seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.

Aiman Daiki Kuncoro Indonewsportal Media Reporter